Teks Opini atau yang biasa juga disebut sebagai tajuk rencana adalah
materi bahasa Indonesia yang akan kita pelajari kali ini. Adapun materi yang
akan kita bahas mengenai teks opini/editorial adalah tentang pengertian,
struktur teks, kaidah kebahasaan, dan contoh teks editorial. Baiklah langsung
saja kalian simak materi nya dibawah ini agar kalian dapat lebih memahami
tentang teks editorial.
- Pengertian Teks opini
Teks opini adalah teks yang berisi pendapat
pribadi seseorang terhadap suatu isu/masalah aktual. Isu tersebut meliputi
masalah politik, sosial, ataupun masalah ekonomi yang memiliki hubungan secara
signifikan dengan politik. Teks jenis ini secara teratur muncul di koran atau
majalah. Dalam mengungkapkan pendapat harus dilengkapi dengan fakta,
bukti-bukti, dan alasan yang logis agar dapat diterima oleh pembaca atau pendengar.
TEKS EDITORIAL/OPINI (Pengertian, Struktur Teks, dan
Kaidah Kebahasaan Teks Editorial)
- Struktur Teks Editorial
Sebuah teks editorial/opini memiliki struktur teks
yang sama dengan struktur yang membangun teks eksposisi, yaitu pernyataan
pendapat (tesis), argumentasi, dan pernyataan/penegasan ulang pendapat
(reiteration). Untuk lebih jelasnya lihat lah dibawah ini.
Pernyataan pendapat (thesis), bagian ini berisi
sudut pandang penulis terhadap permasalahan yang diangkat. Istilah ini mengacu
ke suatu bentuk penryataan atau bisa juga sebuah teori yang nantinya akan
diperkuat oleh argumen.
Argumentasi, merupakan bentuk alasan atau bukti yang
digunakan untuk mempekuat pernyataan dalam tesis walaupun dalam pengertian
umum, argumentasi juga dapat digunakan untuk menolak suatu pendapat.
Argumentasi dapat berupan pernyataan umum (generalisasi) atau dapat juga berupa
data hasil penelitian, pernyataan para ahli, atau fakta-fakta yang didasari
atas referensi yang dapat dipercaya.
Penyataan/Penegasan ulang pendapat (Reiteration),
bagian ini berisi penguatan kembali atas pendapat yang telah ditunjang oleh
fakta-fakta dalam bagian argumentasi. Terdapat pada bagian akhir teks.
- Kaidah Kebahasaan Teks Editorial
Berikut akan saya jelaskan ciri kebahasaan atau
kaidah kebahasaan dati teks editorial. Teks editorial memiliki ciri kebahasaan
yang diantaranya adverbia, konjungsi, verba material, verba mental, dan verba
relasional. Untuk lebih jelasnya simaklah penjelasannya dibawah ini.
Adverbia, agar dapat meyakinkan pembaca diperlukan
ekspresi kepastian yang bisa dipertegas dengan kata keterangan atau adverbia
frekuentatif, yaitu adverbia yang menggambarkan makna berhubungan dengan
tingkat kekerapan terjadinya sesuatu yang diterangkan adverbia itu. Kata-kata
yang digunakan antara lain selalu, biasanya, sebagian besar waktu, sering,
kadang-kadang, jarang, dan lainnya.
Konjungsi, merupakan kata penghubung pada teks
editorial seperti kata bahkan.
Verba Material, adalah verba yang menunjukkan
perbuatan fisik atau peristiwa.
Verba relasional, adalah verba yang menunjukkan
hubungan intensitas (pengertian A adalah B), dan milik (mengandung pengertian A
mempunyai B). Verba yang pertama tergolong ke dalam verba relasional identifikatif,
sedangkan verba yang kedua dan ketiga tergolong ke dalam verba relasional
atributif.
Verba Mental, adalah verba yang menerangkan persepsi
(misalnya melihat, merasa), afeksi (misalnya suka, khawatir), dan kognisi
(misalnya berpikir, mengerti). Pada verba mental terdapat partisipan pengindra
(senser) dan fenomena.
Contoh Teks Editorial
Kebijakan Itu Harus Efektif Diimplementasikan
Untuk apakah sebuah peraturan dibuat? Agar bisa
diimplementasikan, karena peraturan itu dibuat untuk kepentingan bersama. Apa
jadinya kalau peraturan dibuat, tetapi tidak efektif dilaksanakan? Pasti ada
sesuatu yang tidak tepat dalam merumuskan peraturan itu.
Mulai hari Senin (29/12) masyarakat Ibu Kota
menjalani tata aturan yang baru lagi. Mulai kemarin peraturan three in one
tidak lagi hanya berlaku pagi hari, tetapi juga sore hari. Setiap mobil yang
melintasi jalan-jalan utama Jakarta minimal harus ditumpangi tiga orang. Pada
pagi hari, aturan itu berlaku pukul 07.00 hingga 10.00, sementara petang hari
mulai pukul 16.00 hingga 19.00.
Ketika rencana itu mulai dilontarkan, sudah muncul
keberatan dari masyarakat. Bukan hanya peraturan itu dinilai memberatkan,
tetapi sejak konsep three in one diterapkan pada pagi hari saja, efektivitas
sangatlah rendah. Yang muncul adalah joki-joki yang berdiri menawarkan jasa di
sepanjang jalan utama itu.
Namun, Gubernur DKI Jakarta Anis baswedan tetap pada
sikapnya. Peraturan tetap akan diberlakukan dengan sebulan masa sosialisasi.
Tentunya terlalu dini untuk mengevaluasi efektivitas
peraturan itu. Namun, dari evaluasi awal, para pengemudi tidak mempedulikan
aturan baru itu. Petugas DLLAJR pun tidak mengambil tindakan apapun terhadap
para joki.
Mengapa peraturan itu tidak efektif? Pertama, karena
soal disiplin. Masyarakat kita, termasuk juga masyarakat Jakarta, sangat rendah
tingkat disiplinnya. Mereka selalu mencari cara untuk mengakali peraturan,
apalagi masyarakat tidak mendukung peraturan pembatasan itu.
Ancaman hukuman bukanlah sesuatu yang ditakuti
karena masyarakat paham bahwa hal yang satu itu merupakan kelemahan lain dari
bangsa kita. Masyarakat pun tahu bagaimana caranya terhindar dari ancaman
hukuman, yang dikenal sangat tidak tegas itu.
Alasan kedua adalah tidak adanya alternatif bagi
masyarakat untuk mendapatkan jasa transportasi yang bisa menjamin mobilitas
mereka. Kita tahu, Pemerintah Provinsi DKI sedang mempersiapkan sistem bus
dengan jalur khusus atau busway. Namun, selain sistem transportasi alternatif
itu belum berjalan, konsepnya tidak utuh untuk bisa menjamin kebutuhan tranportasi
masyarakat.
Sekarang ini justru berkembang pertanyaan baru,
apakah kebijakan Primprov DKI itu tidak justru akan berlawanan dengan kebijakan
Gubernur Anis Baswedan yang sangat kuat keinginannya untuk membuat Jakarta tertib.
Ia mencoba membatasi orang untuk bisa masuk Jakarta dan menggusur masyarakat
maupun pedagang kaki lima yang menempati lahan yang bukan hak mereka.
Namun, bagaimana orang tidak tertarik untuk masuk
Jakarta kalau semua kesempatan itu mudah didapat di Ibu Kota. Meski pertarungan
hidupnya keras, lebih mudah mendapatkan uang di Jakarta dibandingkan dengan di
daerah. Di Jakarta menjadi penjaga toilet di hotel ataupun di mall saja bisa
dapat beberapa puluh ribu rupiah sehari. Jadi, tukang parkir liar, asal bisa
teriak-teriak, dengan mudah dapat seribu atau dua ribu rupiah. Bahkan menjaga
tempat perputaran jalan pun, di Jakarta bisa dapat uang
Peluang itu ditambah lagi dengan menjadi joki. Bagi
kalangan pengusaha yang harus keluar-masuk jalan utama Jakarta, apa susahnya
untuk menambah satu pegawai yang bisa menemani dia bekerja. Dengan satu sopir
dan satu ajudan, maka ia bisa bebas keluar-masuk jalan utama.
Inilah yang sebenarnya kita ingin ingatkan.
Peraturan itu seharusnya dibuat dengan mempertimbangkan segala segi secara
matang. Peraturan itu juga harus mendapat dukungan dari masyarakat agar bisa
berjalan efektif.
Untuk apa peraturan dibuat kalau kemudian hanya
untuk dilanggar. Begitu banyak peraturan yang kita buat, pada akhirnya tidak
bisa diterapkan karena tidak dirasakan sebagai kebutuhan bersama oleh seluruh
rakyat.
Ketika peraturan itu tidak bisa efektif
dilaksanakan, yang akhirnya menjadi korban adalah si pembuat peraturan itu
sendiri. Setidaknya wibawanya menjadi turun karena peraturan yang dibuat
ternyata tidak bergigi.
Peraturan bukanlah sesuatu yang mudah untuk dibuat.
Selain soal three in one, yang juga menjadi pembicaraan ramai masyarakat adalah
soal bunga bank.
Kita ketahui bahwa Komisi Fatwa Majelis Ulama
Indonesia sekitar dua pekan lalu kembali membahas soal apakah bunga bank itu
tergolong riba atau tidak. Putusan Komisi Fatwa MUI sendiri kemudian
menggolongkan bunga bank itu sebagai riba. Tetapi segera ditambahkan bahwa
haramnya bunga bank itu hanya berlaku di kotakota yang sudah memiliki Bank
Syariah.
Keputusan Komisi Fatwa MUI itu seharusnya dibawa
dulu ke Sidang Lengkap MUI, yang melibatkan seluruh ulama, sebelum menjadi
fatwa yang menjadi pegangan seluruh umat. Namun, keputusan itu sudah
dikeluarkan terlebih dahulu ke masyarakat, apalagi media pun terjebak
seakan-akan itu sudah menjadi fatwa MUI.
Namun, di sini kita menangkap adanya kearifan pada
jajaran pimpinan MUI. Keputusan Komisi Fatwa itu tidak dianulir, tetapi
pembahasannya dalam sidang lengkap MUI ditunda sampai diperoleh waktu yang
memadai untuk bisa membahas masukan Komisi Fatwa itu secara menyeluruh.
Pimpinan MUI sangat menyadari bahwa persoalan ini
bukanlah masalah mudah sebab bukan hanya berkaitan dengan urusan ekonomi,
tetapi juga kehidupan masyarakat banyak. Dengan tradisi yang sudah panjang,
tidak sedikit umat muslim yang bekerja di bidang itu. Kalaupun sekarang harus
diubah menjadi Bank Syariah, apakah sistemnya bisa cepat berubah dan menunjang
perkembangan Bank Syariah itu sendiri.
Begitu banyak aspek yang harus dilihat sehingga pada
tempatnya bila MUI menunda keputusan itu. Sebab, pada akhirnya, sebuah
peraturan itu bukan hanya harus bagus di atas kertas, tetapi sungguh bermanfaat
bagi kehi-dupan masyarakat yang menjalankannya.
Begitulah sedikit tentang teks Opini yang sudah kalian simak dengan seksama ..Tunggu artikel menarik selanjutnya,jangan lupa di bagikan ke teman temanmu bila bacaan ini menarik,,,semoga bermanfaat...Salam Indonesia..